Social Icons

Pages

Minggu, 16 Agustus 2009

Episode Cinta Untuk Rahmat Abdullah

Seperti tidak percaya aku mendengar kabar itu: kau sudah pergi untuk selamanya. dan kenangan demi kenangan berkelebat cepat di benakku, menyisakan satu nama: Rahmat Abdullah.

Kita memang tidak banyak bertemu, tidak banyak bercakap. Tapi percayakah kau, aku menjadikanmu salah satu teladan diri. Kau menjelma salah satu sosok yang kucinta. Tahukah kau, hampir tak ada tulisanmu yang tak kubaca? Dan setelah membacanya selalu ada sinar yang menyelusup menerangi kalbu dan pikiranku. Tidak sampai disitu, buku-bukumu selalu membuatku bergerak. Ya, bergerak.

Kau mungkin tidak ingat tentang senja itu. Tapi aku tak akan pernah melupakannya. Saat itu kau baru saja pulang dari rumah sakit untuk memeriksakan kesehatanmu. Aku dan seorang teman menunggumu. Kami membutuhkanmu untuk memberi masukan terhadap apa yang tengah kami lakukan. Tanpa istirahat terlebih dahulu , dengan senyuman dan kebersahajaan yang khas, kau menemui kami. Tak kau perlihatkan bahwa kau sedang tidak sehat. Bahkan kau bawa sendiri makanan dan minuman untuk kami. Dengan riang kau menyemangati kami.

“Ini kebaikan yang luar biasa,” Katamu.”Bismillah, berjuang dengan pena-pena itu!”

Lalu kami mengundangmu untuk hadir pada milad organisasi kecil kami. Sekedar menyampaikan undangan, dan tak terlalu berharap kau datang, karena kami tahu kau terlalu sibuk dengan begitu banyak persoalan ummat.

Hari itu, bulan Juli 2002, milad ke 5 organisasi kamu: Forum Lingkar Pena. Semua panitia direpotkan oleh banyak hal yang harus dikerjakan. Aku masih sempat bertanya kepada panitia: “Adakah yang menjemput pak Taufik Ismail dan pak Rahmat Abdullah?” Panitia menggeleng. Banyak yang harus dikerjakan, tak ada mobil atau tenaga yang menjemput.

Sudahlah, pikirku. Pak taufik dan Pak Rahmat terlalu besar untuk hadir dalam acara seperti ini. Aku hampir melompat ketika melihat pak Taufik Ismail datang sendirian dengan taksi dan menyapa kami dengan riang. Dan aku tidak percaya ketika tak lama kemudian kau muncul!

“Ustad, terimakasih sudah datang, kami tidak menyangka…,” Sambutku

Kau tersenyum, “Saya sudah agendakan untuk datang,” Katamu. “Ini acara FLP. Istimewa.”

Mataku berkaca. Ini ustad Rahmat Abdullah, ia terbiasa diundang sebagai pembicara dalam barbagai acara nasional sampai internasional. Dan kini ia sudi hadir sebagai undangan biasa.

“Maaf ustad tidak di jemput. Ustad naik apa tadi?”

“Naik bis. Tempatnya mudah dicari,” Katamu biasa.

Kau sempat turut memberikan award dalam acara tersebut dan memimpin do’a penutup. Aku menangis mendengar doa yang kau lantunkan, ustad. Kau berulang kali mendoakan agar organisasi kami: FLP selalu bisa melahirkan pemuda yang tidak akan berhenti berjuang lewat pena….

Pada akhir acara, kau turut berjongkok bersama para pemuda lainnya dan menandatangani spanduk yang kami gelar bertuliskan “Sastra untuk kemanusiaan.”

“Saya mencintai sastra dan suka membuat puisi.” Ceritamu. Hari itu, kehadiranmu benar-benar memberi semangat baru bagi kami.

Ustadz, aku selalu mengenangmu sebagai suami dan ayah yang baik dalam keluarga. Sebagai guru sejati bagi ribuan da’i. Dan ketika engkau terpilih menjadi anggota DPR RI tahun 2004 lalu, tak ada yang berubah darimu, kecuali usaha yang lebih keras untuk membuat rakyat tersenyum. Dalam keadaanmu yang sederhana, kau tidak berhenti memberi zakat dan infaq dari gajimu. Kau satu dari sedikit orang yang pernah kutemui, yang sangat hati-hati dengan amanah dan berjuang untuk menunaikannya tanpa cacat.

Ah, pernahkah kau meminta tarif untuk mengisi ceramah? Tidak ada. Kau bahkan pernah berkata: “Alhamdulillah ada lagi orang yang mau mendengarkan taushiyah dari hamba Allah yang rendah ini.”

Terakhir kali kita bertemu, ustadz, disebuah jalan raya, sekitar akhir tahun lalu. Dan aku tidak percaya, kau anggota dewan yang terhormat masih saja menyetop bis kopaja.

Kini dalam usia 53 tahun, kau pun kembali untuk selamanya. Ribuan orang, tak terhingga orang, datang mengiringi untuk terakhir kali, sambil tak henti bersaksi tentang keindahanmu.

Selamat jalan, ustadz. Jalan kebaikan dan cinta yang selalu kau tempuh di dunia, semoga mengantarkanmu ke gerbang yang paling indah disisi-Nya, amiin.

( Helvi Tiana Rosa )

3 komentar:

Anonim mengatakan...

subhanallah.........
teringat kembali dengan beliau....
semoga masih ada sosok seperti beliau di masa sekarang...
ustadku..................

Anonim mengatakan...

ustad rahmat..............................

Kemarin, Hari Ini & Esok mengatakan...

pernah baca dibuku episode cinta untuk Sang Murabbi..kangen sama ustad rahmat..

 
Blogger Templates