Social Icons

Pages

Featured Posts

Selasa, 22 November 2016

IMM Desak Pemerintah Indonesia Usir Dubes Myanmar

Underakwah - Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) menegaskan posisinya terkait pembantaian yang dilakukan oleh Pemerintah Militer Myanmar terhadap komunitas Muslim Rohingya. Dalam sepekan terakhir, pemerkosaan, pembunuhan, pengrusakan tempat tinggal gencar dilakukan oleh Pemerintah Militer Myanmar di negara bagian Rakhine.

Pemerintah Militer terkesan diam, begitu pun dengan respons pemerintah Indonesia. Belum ada rilis resmi dari pemerintah Indonesia terkait tragedi kemanusiaan yang bertentangan dengan nilai Pancasila yang dianut oleh Indonesia.

Didorong oleh keprihatinan atas diamnya sikap pemerintah Indonesia dan dunia, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), mengutuk keras kekejaman terhadap Muslim yang dibiarkan oleh Pemerintah Myanmar. 

Ketua Umum DPP IMM Taufan Putra Revolusi Korompot, meminta pemerintah bersikap tegas dengan mengusir Duta Besar Myanmar dan memutuskan semua hubungan dengan negara tersebut.

Usir Duta Besar Myanmar dari Indonesia," kata Taufan, Ahad (20/11). 

Menurutnya, sikap tegas pemerintah Indonesia sangat penting sebagai salah satu negara yang berpengaruh di ASEAN. Ia juga mendesak pemerintah untuk memutuskan semua hubungan dengan Negara Myanmar.

"Mendesak Pemerintah Indonesia untuk memutuskan hubungan apapun dengan Myanmar. Negara berdaulat tak berkompromi dengan siapa pun yang melakukan kejahatan kemanusiaan," ujarnya. 

Sebagai penegasan, jika pemerintah Indonesia tidak bersikap tegas menyikapi tragedi kemanusiaan ini, jutaan kader IMM akan digerakkan untuk memaksa agar Dubes Myanmar angkat kaki dari bumi pertiwi Indonesia. (Republika/Tarbawia)


Sikap Suu Kyi Dianggap Memalukan

Underdakwah - Penganiyaan militer Myanmar terhadap komunitas Muslim Rohingya di Rakhine telah disorot PBB sebagai salah satu komunitas yang paling teraniaya di dunia. Sikap Aung San Suu Kyi yang jadi pihak berkuasa di Myanmar saat ini dinilai memalukan karena bungkam atas derita yang dialami komunitas Rohingya.

Pemerintah Myanmar telah menyangkal jika militernya melakukan penembakan, pembunuhan, pemerkosaan dan penjarahan terhadap warga Rohingya dalam operasi militer terbaru di Rakhine Oktober lalu. Padahal, berbagai bukti menyatakan sebaliknya.

Suu Kyi meraih Hadiah Nobel Perdamaian saat jadi korban penindasan junta militer ketika dia jadi pemimpin oposisi Myanmar. Suu Kyi diharapkan masyarakat internasional jadi pembela komunitas tertindas, tapi bungkam atas nasib komunitas Rohingya di negaranya.

Kritikan keras terhadap Suu Kyi, salah satunya disuarakan media Bangladesh,Dhaka Tribune, dalam editorialnya, hari Senin (21/11/2016) yang berjudul “Come together for the Rohingyas”.

“Penaklukan dan penindasan brutal terhadap komunitas Rohingya terus terjadi meskipun pemerintah Aung Sun Suu Kyi berada di kekuasaan,” bunyi editorial itu. “Ini adalah realitas mengerikan dari komunitas minoritas ini yang mendiami negara bagian Rakhine, Myanmar,” lanjut editorial tersebut.

Bangladesh telah mengecam keras pemerintah Suu Kyi, karena komunitas Rohingya jadi korban penganiayaan militer Myanmar ketika hendak melarikan diri dari Rakhine ke Bangladesh.

“Yang lebih bermasalah adalah bagaimana Myanmar terus menyangkal keadaan ini, meskipun bukti menyatakan sebaliknya,” kritik media Bangladesh itu. ”Ini sangat memalukan bahwa bangsa itu terus berperilaku dengan cara ini meskipun kemarahan internasional terhadap taktik yang tidak manusiawi tersebut,” lanjut kritik tersebut mengacu pada pemerintahan Suu Kyi.

Pemerintah Bangladesh berencana menjatuhkan sanksi perdagangan yang ketat pada Myanmar kecuali komunitas Rohingya diperbolehkan kembali ke tanah air mereka dan diberikan hak yang sama sebagai warga negara Myanmar.

“Penganiayaan terus terjadi pada komunitas Rohingya Myanmar, tidak hanya suara buruk dari Myanmar, tapi dari seluruh dunia. Tidak bisa lagi dunia berpangku tangan dan menonton,” imbuh kritik editorial itu. (Sindo News)

 
Blogger Templates